PRAY FOR AL-AQSA
Oleh Imam Mukhlisin
Di sudut kamar aku bersandar.
Tak mampu mataku kupejamkan.
Terbayang-bayang tumpahan darah, luka, dan tangis.
Huruf-huruf kotor berkeliaran.
Dan telunjuk-telunjuk mengarah kemana saja.
Seakan tinggal di masalalu.
Imajinasi menghalangiku.
Belum terjawab teka-teki sang dalang.
Mengapa selalu nampak siang dan malam.
Terlalu semangat, terlalu bergairah.
Namun terlalu sedikit merenung.
Terbalik jika aku meneropong suatu- populasi disana.
Terhapusnya matahari dan bintang yang terlalu pengecut.
Hanya beberapa corak senja.
Tidakkah mereka berfikir untuk menaruh kepala mereka di bawah kaki mereka sendiri.
Kita begitu kecil diantara sekian banyak galaksi.
Lantas, begitu layakkah kepala kita terus mendongak keatas.
Kita tidak seharusnya berbeda.
Entah karna ideologi atau bahkan keegoisan yang menjadikan perbedaan.
Namun dalam lamunanku di ujung tenggara kamarku ini,
Aku berharap semua hanyalah teaterikal belaka.