TAK PERNAH DI ANGGAP
Oleh Khotimatul khusna
Kilaunya bintang menjadi redup.
Saat aku.
Saat aku menjadi diam seribu bahasa.
Sang mentari pun ikut menangis.
Menangis melihat tak ada senyum yg menghiasi bibirku.
Aku terdiam.
Terdiam karnanya.
Karna dia tak pernah menganggapku ada.
Karna dia menganggapku seperti angin.
Yang tak pernah terlihat dalam
kehidupannya.
Aku lelah bertahan.
Aku lelah berharap.
Kini asaku tlah rapuh.
Asaku tlah hancur.
Hancur menjadi berkeping-keping.
Tanpa ada yang tersisa.
Dalam diam.
Aku merenung.
Merenungkan nasibku yang tak
pernah dianggap.
Tak pernah dianggap dalam hidupnya.
Dalam rapuhku.
Dalam lelahku.
Aku pun memutuskan.
Memutuskan untuk pergi dari hidupnya.