TRAGEDI LARA CINTA IVANA
Oleh Alek Wahyu Nurbista Lukmana
Aku terbaring di kaki kudamu
Bertiga menunggangi lara kau sebagai komandonya
Lihat dulu peta kecilmu itu,
Kota kecilnya dimana?
Berjalan kekiri, berbalik kekanan Menuruni atas, atau menaiki bawah?
Mengikuti purnama, atau malah kta tidur siang dulu?
Satu jam bisa jadi dua puluh empat jam
Satu detik bisa jadi tiga ratus enam puluh menit
Satu hari bisa jadi satu tahun
Satu bulan, apakah lara masih sanggup menunggangi kita?
Lihatlah, lara menari dan mengabaikan ocehanmu
Dia seakan lepas dari jeratanmu yang selalu saja memikulnya
Apakah baru kali ini kau melepaskan lara seperti itu?
Apakah kau tidak gembira melihat laramu yang tengah melamar malam?
Berbaringlah disisiku
Dengarkan lantunanku yang akan mengisi lisanmu
Tulisan pada nyawa tidaklah begitu buruk sayang
Malah bisa jadi kau tertegun karenanya
Ini, sebagian dulu dari permukaanku
Hiasi dengan beberapa argumen kunyolmu
Apakah kau bisa membalikkanya?
Dan apakah kau bisa meredamnya?
Inilah daratanku sayang
Sekecil qurma sehalus biji salak
Waktu ke waktu akan meluncur pada bagian atap ini
Bisa jadi dua tahun lagi kita berada di atas
Atau malah kita yang akan merasakan permainan dari para tikus liar,
Menarik bukan?
Kosa perasaanmu terlihat lebih berkicau
Rona pipimu pun sudah sedikit memerah
Tatapanmu terasa begitu mengganggu indraku
Lekuk bibirmu seakan memaksaku untuk bercinta denganmu
Sayangku dengan bocah laranya
Menjalar pada pepohan guna membentuk pita pada dedaunan
Selisihnya tidaklah begitu berat, merata dengan berjuta warna
Polusi udara hingga polisi gadungan
Senjataku cukup satu cangkul saja
Akan kubuat kebun cintamu bersama lara kita
Walaupun ini tidak akan terdaftar pada peta
Namun setidaknya inilah yang akan mempertemukan kita nanti
Jika kau tak lagi disisiku, aku akan membawa penerusku untukmu
Dengan sedikit bocoran, kisah perjalanan lara pada malam senja
Berkicau pada dunia, memicu purnama dengan gerhana setengah bulan.