TENTANG RINDU KEPADA BAPAK
Oleh Nunung Nurningsih
Aku rindu menabur benih biji-bijian pada lubang-lubang tanah gembur.
"Bercocok tanam palawija bisa sangat menghibur."
Begitulah bapak bertutur.
Lihatlah, kala itu kedua tanganku belajar untuk selalu sigap.
Kanan memilah bulir-bulir benih.
Jemari kiri menangkup semangkuk bebijian dengan mengabaikan rasa letih.
Aku terkesiap, tongkat 'sakti' bapak seolah berderảp.
Laksana pijakan kaki serdadu siap tempur.
Gagah berani walau siap hancur.
Dan kedua kakiku terseret.
Semampu raga agar tak jadi lelet.
Demi mengejar langkah dan derap tongkat pelubang tanah milik bapak.
Namun semakin kukejar, sosok bapak semakin jauh.
"Ah, sungguh gagah lelaki berumur itu," desisku.