INI ITU
Oleh M Faqieh Ahmad
Ini yang mereka panggil ayah. Ia seorang penyair:
Selalu menggoda tata bahasa dalam puisiku.
Sewaktu ia terpeleset di cela-cela kata, aku tersenyum.
Dan kubayangkan kepalanya meledak jadi abu-abu bahasa.
Lalu abu-abu bahasa itu aku masukkan ke dalam botol-botol.
: Ia masih mengimpikan maut segera tiba.
Maklum, ia masih takut mengantung diri.
Karena istri dan anaknya belum tuntas benar ia tulis.
: Ia masih berusaha bisa baca puisi keras-keras.
Karena suaranya menganjing, penonton sering kecewa.
Ia pulang dengan wajah murung. Mengurung diri dalam
rahim perawan. Menunggu suara kenikmatan pertama
lahir dari selaput yang digoncangkan.
: Ia masih takut tidur. Di mimpinya selalu datang
seekor ular muda menawar harga kepalanya.
Tapi ia selalu menolak. Ia tak mau mati
dengan kepala membengkak, dengan otak membeku.
“Terlalu mengerikan”, katanya .
Kau menggeliat, kau copot paksa kepalanya. Kemudian kepala penyair itu kau jadikan waktu
dalam puisi-puisiku. Waktu mendengar— waktu melihat—waktu mencium.Tapi beberapa
helai nakna tak jadi apa-apa dan siapa-siapa dalam puisiku dan sebagian yang lain mungkin
akan mewaktu dalam dirimu sendiri.
Di lembar album yang kukosongkan, kau berkata, “Mereka akan memanggilku ibu,
setelah merasakan taring dan bisa terbaikku”.
Sambil kudengar kata angkuhmu, kubayangkan kau masuk ke salah satu perangkap
botol-botolku. Dan aku akan tersenyum abadi dalam tata bahasa puisiku sendiri.
(2014)