KEBIASAANOleh Luh Gede Divayani
Aku mulai menggantinya. Mencoba menemukanmu dalam cara yang kubisa. Aku
menyesap kopi hitam pekat di pagi hari. Hingga pahitnya tak kurasa lagi.
Hanya untuk mengenang pahit bibirmu saat merayuku. Dalam setiap
teguknya selalu kucari hal yang sama. Rasa manis gula yang katanya ada.
Tapi, kaulupa--atau sengaja--tidak menambahkannya. Lalu, aku meminumnya
lagi pagi ini. Sayang, kopiku berubah. Tak pahit juga manis. Ia hanya
hitam yang makin hitam dan asin.
Aku mulai mengubahnya.
Kecintaanku pada aroma dupa cendana telah sirna. Aku menghirup asap
rokok yang sering kauisap dulu. Hanya untuk menemukanmu dalam kepulan
asap--kali saja--membentuk wajahmu saat kuembuskan. Tapi, aku terbatuk
karena terantuk kenyataan. Lalu, aku membakarnya bersama kemenyan.
Sayang, ia tetap utuh sedang milikku terus terbakar. Asapnya pergi dan
ia mengabu. Seperti aku saat ini, menunggu 'bade' pengabenan.
Aku
masih mendengar suaramu yang dibawa awan-awan jadi bantal malamku.
Hujan turun melewati awan dan menggenangi bumi. Kilat terus
mencambukinya dengan rasa sakit tak terperi. Lalu, aku lupa bahwa
mimpi-mimpi yang kautitipkan pada puisi-puisi itu hanya semata diksi.
Juga ayat suci yang kaubisikkan sebagai janji tak kudengar lagi.
Mungkin, kini aku yang membiasakan diriku menjadi tuli.
Aku masih menikmatinya: kebiasaanku
Sedang kau menggantinya: kebiasaanmu
Akan
ada harinya nanti kebiasaan itu tak kaurindukan lagi. Sebuah sapa dalam
setangkup roti rindu dan secangkir teh cinta yang mulai basi. Kening
yang kaukecup dan bibir merajuk manja berbisik mesra. Juga mata sayu
yang meminta cumbu di ranjangmu satu-satu. Menjadikan dirinya ungu
membiru.
Bukankah kau memiliki kebiasaan baru? Pergi menikmati
senja di hari Minggu. Aku ingat kau tak suka senja karena kita sama-sama
mencintai hujan. Mungkin memang dirimu telah berlalu seperti hujan yang
biasa pergi di akhir bulan.
Cuaca sudah berubah, Kiran. Ayo,
kita pulang! Bukankah dulu sudah kubilang bahwa kau akan terluka
sekarang. Percayalah tak ada jalan untuk kembali datang. Semuanya:
segala rindu, kecintaan dan kenangan. Kebiasanmu itu harus Cuaca sudah
berubah, Kiran. Cuaca sudah berubah, Kiran. Ayo, kita pulang! Bukankah
dulu sudah kubilang bahwa kau akan terluka sekarang. Percayalah tak ada
jalan untuk kembali datang. Semuanya: segala rindu, kecintaan dan
kenangan. Kebiasanmu itu harus Cuaca sudah berubah, Kiran. Ayo, kita