DI LALAYA SUATU PAGIOleh Nia Samsihono
Di lalaya kita duduk menatapi cempaka bunga kuning yang menyeruak di antara rerimbun daun, dan
kicau burung yang mengisi sanubari bagai oksigen membersihkan paru-paru dari segala luka yang menjamur di dinding kalbu
kegelapan
perlahan menyibak tampilkan siluet pegunungan yang membiru menusuk
angkasa, angin mendesir, gemericik air membentur bebatuan berlumut di
sungai itu ciptakan musik hati yang meratapi waktu melintas dalam benak
Di lalaya ketika diam pun segala berjalan meninggalkan diri
Selembar daun jatuh mengiringi cahaya mentari yang menjulur menyentuh ujung jemari kaki
Lalu terdengar celoteh kanak yang bercerita tentang suara katak yang menggeram riuh dalam selokan
Begitu sederhana alam dalam putarannya menjaga makhluk dan rasa hatinya
Kucoba
merajut angin dan menangkap awan dalam genggaman, siapa tahu dapat
menyelimuti bumi setiap waktu agar kehangatannya menjalar di seluruh
pori tubuh manusia
Di lalaya orang-orang bercengkerama, bertukar cerita tentang sedih dan gembira
Mengikuti perjalanan matahari dari ufuk timur ke senja barat
Dan kenangan selalu meninggalkan senyum dan tangis
Yang mengiringi garis kehidupan menjelang malam menuju fajar
Lalu tabir itu turun membatasi cerita mengakhiri kata
*lalaya= teras rumah