BEGITU SEMPURNAOleh Handy Pranowo
Aku melihat sebuah menara tinggi menjulang.
Seperti tangga menuju langit dan ku rasakan getarannya.
Aku berjanji menaiki menara itu dan akan mengalahkan puncaknya.
Sementara itu ku rapal dulu ingatanku.
Pada cekungan kekecewaan yang pahit.
Pada lekukan kemenangan yang bias terjepit.
Dadaku mulai berguncang bulu kudukku merinding.
Sebuah takdir hidup menunggu pada ikatan tambang.
Yang telah lama mengincar leherku.
Hmmm bau petarungan nurani menjelma bagai belati menyayat sukma.
Aku menunggu keberanian menjalar.
Menjalar pada sendi-sendi tubuhku yang rapuh.
Sekali lagi suara-suara bisikan dengan nada parau membelakangiku.
Sebuah nasihat yang tak pernah kudengar sebelumnya dari orang-orang terdahuluku.
Sampai di titik nadir aku berontak tak berkata ia tak berkata tidak.
Hanya sembunyi tak berani bicara.
Kini aku mulai merayap memanjati tiang gelisah.
Sebuah keabadian di puncak menara telah menunggu.
Sudah ku taksir lama di situlah aku akan bertahta.
Hmm mungkin ini waktunya menterjemahkan hatiku agar kau bisa mengenalku.
Memaparkan gelisah hidup yang tak sanggup lagi ku bawa.
Kerlip bintang memberiku jalan pada kekosongan jiwa.
Angin kencang berhembus bawa busuk niatku.
Tetap tak akan pernah terduga meski kau menjelma menjadi diriku.
Bisikan gaib datang kian meledak.
Pelan-pelan aku mengendap keberanian mulai merayap.
Lalu dengan pasrah kutiadakan hidupku.
Yang tak pernah kau kehendak namun pernah kau duga.