BURUH
Oleh Galih Anggara
Seumpama kenangan
Aku masa lalu pahit yang dilupakan.
Seumpama puisi
Aku baris picisan yang sengaja dilewati.
Jangankan tirani, mati pun aku tantang
Lewat kepalan tangan yang siap menerjang.
Tidakkah engkau mengerti wahai tuan-tuan yang bergaya eropah
Kami hanya menuntut kelayakkan upah.
Bukan karena engkau kami ada.
Tapi karena kami engkau ada
di altar tertinggi.
Janganlah engkau lupa pada kami
yang menghambakan diri pada siang dan malam