DARI DERU UNTUK PECUNDANG
Oleh Napoleon Giffari
Kita bisa memikirkan rentetan deru
Deru itu kadang bisa mencekik siapa saja
Dan kemudian ia sodorkan diksi-diksi teror
Yang memaksa bergenjah dalam
Suatu buah pertanyaan macam
"Apa yang harus ditelaah dari deru-deru langkisan
yang kupikir tidak dapat mengubah keadaan?"
Apa yang bisa ditelaah dari deru?
Berentet-rentet pula
Beriring-iring mungkin
Atau bisa saja: Hanya nampak, berdiri,
Menonjolkan guratan eksistensi,
Kembali membaur dengan sesamanya
Dalam sebuah ruang.
Ruang itu bisa saja sesak
Dengan berulang-ulang repetesi yang selalu saja sama,
Diulang-ulang dengan bangga menelanjangkan sebuah hal mononton.
Tiada sebenarnya deru itu pikir, apakah ia dilihat berkali-kali?
Apakah ia sedang ingin diadakan atau ditiadakan?
Bagaimana pola pikir deru?
Deru bisa saja hinggap dalam sejarah
Sejarah mencatat banyak deru-deru kotor hinggap
Duduk menunggu hujan reda dalam kronik sejarah manusia
Deru juga mungkin hinggap dalam ingatan Socrates
Saat ia akan menenggak racun
Mungkin ada sebuah kesalahan
Menyebut deru hanya hinggap
namun lebih dari itu,
Deru juga pernah menetap: Dalam tatapan penuh yakin dari seorang pecundang.
"Aih, sangat Vromik deru itu" pikirnya.
Benak setiap pecundang manapun,
Adalah kemenangan yang mereka pikir.
Deru yang ditatap memang tak jauh lebih banal dari diri mereka sendiri
Toh saja dan tetap dalam pelabi mereka yang amat tebal itu,
Tetap saja bahwa mereka tetaplah pecundang.
Siapa yang sial?
Apakah deru yang membalas aksioma tak bermutu dari sang pecundang
Yang dipropandagakan berulang-ulang
Atau sang pecundang yang membalas nukilan kecil dari cita yang diimpikan deru?
"Deru tak akan pernah tersenyum" setidak-tidaknya itu ternoktah jelas,
Dalam dada sang pecundang.
Sebenarnya, runtut mari sedikit: Guratan bibir itu,
Tetesan keringat itu,
Muncrat emosi itu,
Bagaimana bising hantaman kapak itu dapat diusir dengan bising hantaman suluh,
Siapa yang bisa bertanggung jawab atas semua?
Deru itu hidup atau tidak, adalah perkara mudah
Apakah deru itu mengakui Sang Pecundang?
Ataukah sang Pecundang mengakui
Bahwa Deru itu hanya fatamorgana bisu yang sunyi
Dan hanya membuat Sang Pecundang itu lirih,
semakin sunyi dan hening dalam bisu yang menjerit-jerit.