LAMAPU
Oleh Jes t kertas
Beberapa ingatan mengangini tawa pada nostalgia malamku.
Ketika bulan mati dan matahari tak memilih terbit lagi.
Senja beradu shubuh menidurkan segalanya.
Fitrah tak berarah menjadi hal yang kaprah.
Sebab alasan keluar dari keadaan.
Cinta yang bernafsu, menjelma kunangkunang atau bidadari.
Menjadi profesi atau hal gengsi, melirik kanan, melirik kiri lalu menatap langit, sebab hujan datang secara tibatiba.
Jendela menjadi pintu, gentinggenting seperti transparan.
Tubuhku kehujanan mengkuyupkankan shubuh dengan kebencian.
Angka yang berputar menentukan arah pada kiblat sasaran utama.
Menduakan menit dengan alunalun kota.
Menyendap mengatur pernapasan, menghentikan getaran rongga pada ujung kaki.
Membius daging beralkalin putih abuabu.
Aku seketika itu mempelangikan diri dengan dzikir air ketika shubuh usay.
19/10/15