KULDESAK AYAT II
Oleh Gatra Aksara
Begitu berat rindu yang ku tahan sendiri
Tertopang jiwa ringkihku menjajaki opera kehidupan
Tanpamu, wanita mulia yang menjadi mimpi
Tatkala pedih ku kecap di lidah paling tajam dari pengharapan
Perhatikan aku, sudikah engkau memakalahkan kalimat asaku ?
Sedikit filosofi tentang terlantarnya kembara niat
Yang tersesat di tengah samudra tak ternama
Saat aku berlayar menentang hujan badai menuju singgasanamu
Aku terlanjur, sungguh amat menginginkanmu
Apa daya, seolah aku tak sampai di tujuan
Di hadapanku lebih dulu terbentang fatamorgana
Lenyap begitu saja dan menghadirkan kehampaan nyata
Fatamorgana itu adalah ketidakpastian
Ketidaksanggupanku menyentuh relung hatimu dengan larik dan bait puisi
Ketika aku melambangkannya sebagai cinta yang pasti
Lantas engkau tersenyum dan hanya menganggapku sebagai rindu yang tak bertuan
Keajaiban Tuhan ku tunggu di gerbang penantian
Dengan sabar, aku menunggu hatimu bisa berubah,
Atau kelak waktu yang akan menjawabnya dengan perkasa atas kekalahanku sendiri ?
Ataukah Tuhan punya rencana lain di balik kesinambungan elegi ini ?