SONATA ULANG KALA JENG Oleh Anjrah Lelono Broto
Kita p’rnah menjadi benih-benih hijau muda dengan kepal
menyerabut, hingga dingin dalam kecipak air
adalah pemerkasa nafas hidupan. Kala itu, sinar matahari
belum s’garang mata belati, menyayat-menyakiti
kulit kita, hati kita, dewasakan kita, sementara
musim bunga masih terlalu pualam untuk menjelma kesumba.
Benih-benih hijau muda dengan kepal menyerabut itu
Sekarang bukanlah kita. Kutemu jarang picingmu, apalagi silaumu,
saat bulan memendar datang dan pergi
karena hari ini, dikau adalah diraja pandang bestari
yang lentik bulu matanya dapat menelanjangi
kerubuk degupan syaitani atau kerilik santun berpelangi.
Tiada dalam usia(ku) tanpa detikan doa
tuk haturkan milikan waktuku padamu. Karena kita
bukan lagi benih-benih hijau muda
dengan kepal menyerabut. Seperti dedaunmu, kita s’gra
menguning dan layu di ayunan dunia. Menjadi
tua dan berisi bukan inginan yang bisa kita pinjam apalagi beli.
Pun begitu, tidak ada yang mudah dan datang sendiri
Tuhan pun miliki bahasa yang tidak pernah tunai kita eja.
Berungkap syukurlah kita, dalam penuh, dalam penuh, dalam penuh
saat hari-hari yang Dia beri adalah kepala tiga tambah satu menggenapi.
T'lah pernah kita menjadi benih-benih hijau muda dengan kepal
menyerabut, dulu. Besok, tidak lagi.
__________________
Mojokerto, 21 Juni 2012
Penulis adalah pegiat Majelis Sastra Gubsur